Wednesday, March 30, 2011

Horee!~~ Digi masuk rumah sakit~ part 2

Pada saat ini, air mata digi kembali mengalir sendiri, tanpa dikomando, seakan air mancur yang rusak tombol on-off nya.
Akhirnya dengan perkataan yang sama, digi berhasil meyakinkan mama bahwa digi tidak apa-apa, digi hanya merasakan denyut jantung digi yang berdetak dengan sangat cepat dan digi mengatakan ingin segera pergi ke dokter untuk mengecek apa yang terjadi.


Selamat datang kembali. Mari kita lanjutkan cerita digi.

Memang kasih sayang orang tua kepada anak cucunya tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata.

Kali ini, mama digi yang tadinya pergi sekarang telah pulang, dan menanyakan kepada digi kondisi digi bagaimana. Terang saja digi sangat senang, namun demikian, karena kondisi digi yang masih belum pulih (detak jantung yang cepat), digi masih belum bisa mengucapkan kata-kata. Saat mama pulang, waktu menunjukkan sekitar pukul 12.30 siang. Digi hanya bisa tertidur, sembari menunggu jam 3, karena dokternya buka praktek jam 3 :) Dokter ini adalah dokter pribadi keluarga digi sejak kecil, semua data kesehatan digi terekam di klinik dokter ini :) Kebetulan suku dokter sama dengan suku papa digi, suku HengHua, yang membuat kami semakin dekat. Meskipun dokter ini tidak terlalu pintar, namun enak diajak berkonsultasi dan mempunyai pengalaman yang banyak. Well, tidak semua dokter harus pintar untuk bisa mengobati kita. Kadang dokter yang pintar pun bisa membunuh pasiennya hanya dengan pernyataan yang pahit :(

Setelah jam 3, digi pun turun ke lantai bawah dan masuk ke dalam mobil. Tepat pada saat ini, nenek digi pulang dari rumah sakit. Nenek digi terkena serangan ginjal sehingga harus menjalani proses pencucian darah 3 kali selama seminggu, yang kebetulan bertepatan dengan hari tersebut, hari Kamis.
Biasanya setelah menjalani proses cuci darah, kondisi nenek digi sungguh lemah, bahkan tidak bisa turun dari mobil dan berlama-lamaan untuk berbicara. Biasa kepala beliau akan terasa pusing, bahkan untuk beberapa kasus yang ekstrim muntah-muntah selama perjalanan pulang. Namun pada hari tersebut, ketika nenek digi mendengar kondisi digi yang seperti ini, langsung turun dan melihat digi yang berada di dalam mobil. Begitu melihat muka digi yang begitu pucat, nenek digi langsung mengatakan,"Kok pucat sekali? Ada apa?"
Mengingat keadaan nenek yang biasa tidak stabil, sekarang masih bisa turun untuk mengkhawatirkan kondisi digi, membuat digi sangat terharu. Memang kasih sayang orang tua kepada anak cucunya tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata.

Digi akhirnya hanya bisa terdiam dan meneteskan air mata, sambil mengatakan dengan pelan,"Tidak apa-apa kok nek, tidak apa-apa."
Selanjutnya, digi sudah tidak bisa mengingat pesan yang diamanatkan oleh nenek, digi hanya bisa mengingat nenek yang sudah naik ke atas mobil dan digi pun akhirnya berangkat ke klinik dokter. Digi juga tidak mengingat berapa lama perjalanan menuju kesana, rasanya semua terasa cepat sekali sehingga digi sampai di klinik dokter yang berlokasi tidak jauh dari tempat tinggal digi tersebut.


Sesampainya di klinik, digi pun langsung mendaftarkan diri. Suster pun melakukan administrasi seperti biasa, cek tinggi dan berat badan. Akhirnya digi duduk beristirahat sambil menunggu giliran. Tidak lama memang, atau mungkin segalanya berjalan begitu cepat, hingga akhirnya nama digi dipanggil.
Begitu memasuki ruangan dokter, digi duduk dan mama digi langsung menjelaskan keadaan digi kepada dokter, kotoran yang berwarna hitam, pusing-pusing.
Dokter pun memeriksa bagian bawah mata digi (untuk melihat apakah ada darah atau tidak). Mungkin dokter menemukan ada yang tidak beres, dokter terkejut dan menanyakan, "Kenapa bisa begini?" "Ada muntah?" Digi spontan menjawab, "Ada, muntahannya berwarna hitam. Itu karena semalam aku makan gado-gado dok." Dokter pun terkejut dan menyuruh digi untuk berbaring di atas tempat tidur. Proses selanjutnya adalah dokter mengecek anus digi, dan ternyata menemukan terdapat banyak sekali darah yang terkumpul.

Dengan demikian diagnosa dokter ditegakkan, penyakit yang digi derita adalah LUKA LAMBUNG. Hore~~ (kok jadi senang ya?)



Mama kemudian bertanya kepada dokter,"Lalu bagaimana dok? Apakah perlu rawat inap di rumah sakit?"
Selanjutnya dokter pun mengeluarkan resep obat dan mengatakan,"Kontrol kotorannya, jika dalam 2 hari masih tetap berwarna hitam atau mengeluarkan darah, siap-siap untuk masuk rumah sakit." diikuti dengan instruksi penggunaan obat yang diberikan.

Digi pun akhirnya mengucapkan terima kasih dan akhirnya pamit kepada dokter. Sebelum digi pulang, dokter berpesan kepada digi,"Ingat, masalah lambung harus mengontrol makanan, untuk sementara ini jangan makan yang keras-keras dan yang panas-panas."
Mendengar tidak boleh makan yang panas-panas, digi pun bertanya,"Kalau es krim boleh dok?"
Dokter mengatakan,"Boleh."
Digi pun kegirangan, mungkin saja pada saat ini mama digi menggeleng-gelengkan kepalanya :P
Akhhirnya digi pun naik ke mobil dan bersiap-siap untuk pulang ke rumah. Bahkan pada saat ini digi mengatakan digi ingin menyetir, mengingat keadaan kaki mama yang belum sembuh total, berjalan pun masih menggunakan tongkat. Mama langsung marah dan berkata seketika,"Kamu sudah sakit! Duduk saja di samping!" Namun digi menolak dan mengatakan ingin duduk di belakang, dengan alasan lebih nyaman, karena tempat duduk di depan lebih sempit. Meskipun hal ini sangat tidak mengenakkan, karena dengan posisi duduk seperti ini mama terlihat sebagai seorang supir, tapi apa boleh buat, karena kondisi tubuh digi saat itu memang sangat tidak memadai.

Kontan digi mengambil kantong plastik yang ada di depan digi, dan langsung memuntahkan kembali semua yang ada di perut digi.

Dalam perjalanan pulang, sekali lagi, segalanya berjalan dengan sangat cepat. Di dalam mobil digi juga langsung mengkonsumsi obat yang diberikan dokter. Namun sesuatu hal yang sangat mengerikan kembali terjadi. Beberapa meter sebelum sampai di rumah, digi mengatakan kepada mama perut digi merasa tidak enak, seperti mau muntah saja rasanya. Kontan digi mengambil kantong plastik yang ada di depan digi, dan langsung memuntahkan kembali semua yang ada di perut digi. Sekali lagi, warna muntahan digi adalah hitam, dan kali ini, saking dekatnya dengan hidung digi, digi sekilas mencium bau yang sama dengan bau yang ada di toilet tadi pagi, bau amis. Kali ini lebih bau dan lebih jelas. Digi berusaha mengangkat hidung digi agar tidak tercium bau menyengat tersebut. Namun apa boleh buat, karena reaksi digi yang lambat dan bau yang menyengat tersebut, digi kembali memuntahkan isi perut digi untuk yang kedua kalinya, dengan warna yang sama, warna hitam, dan bau yang lebih menyengat lagi.
Dengan begini, digi sudah memuntahkan cairan (yang sebenarnya adalah darah) sebanyak setengah ukuran plastik. Pada saat digi tiba di rumah, digi pun memutuskan untuk membuang kantong plastik tersebut di depan rumah digi.
Darah muntahan digi pun tertumpah ke jalan raya, pemandangan ini membuat digi sedikit merinding pada saat itu. Anehnya, adik digi juga melihat pemandangan ini dan merasa biasa-biasa saja. Karena pada saat itu hujan gerimis, sehingga digi pun langsung masuk ke dalam rumah dan beristirahat.


Dokter tersebut mengatakan,"Lebih baik besok di cek HB (Hemoglobin)nya di klinik terdekat, kalau HB nya dibawah 10, harus dimasukkan ke rumah sakit."


Kali ini di dalam rumah, digi benar-benar dijaga dengan ketat. Pasalnya, kondisi digi sekarang saat ini memang benar-benar lemah Rasanya aneh ya membayangkan postur tubuh digi yang lemah tertidur di kasur gak bisa melakukan apa-apa.. Digi hanya beristirahat sampai dengan esok harinya. Oh iya, tidak lupa digi menghubungi murid-murid les digi bahwa digi tidak bisa mengajar pada hari tersebut karena tidak enak badan. Actually digi masih bersikeras ingin mengajar, namun langsung dihentikan niatnya oleh mama mengingat kondisi digi yang sangat tidak memungkinkan saat ini. (Memang sebuah tabiat buruk dari dulu bagi digi untuk melakukan sesuatu tanpa memikirkan kondisi sekarang ini). Menjelang malam hari, mama digi sudah sibuk-sibuk menelepon kepada dokter yang merupakan famili digi (lebih tepatnya adik dan adik ipar dari nenek) tentang kondisi digi pada saat itu.
Dokter tersebut mengatakan,"Lebih baik besok di cek HB (Hemoglobin)nya di klinik terdekat, kalau HB nya dibawah 10, harus dimasukkan ke rumah sakit."
Dengar-dengar pada saat ini telapak kaki digi sudah berwarna putih total. Hingga pada saat malam hari digi pun mengonsumsi obat dan akhirnya tidur dan tidak tahu menahu kejadian yang terjadi selanjutnya.


Alangkah terkejutnya ketika mengetahui bahwa Hemoglobin digi hanya berjumlah 8,8.

Hari esoknya setelah bangun, digi masih merasakan sekujur tubuh lemas, tidak bersemangat, dan jantung berdebar dengan keras, sindrom yang sama dengan kemarin - dengan kata lain - kondisi digi sama sekali tidak membaik. Akhirnya mama digi melakukan seperti yang diminta oleh adik nenek digi, yaitu mengecek Hemoglobin di klinik yang bisa dibilang lumayan dekat. Setelah mengecek Hemoglobin, mama mengira hasilnya bisa keluar langsung, ternyata harus menunggu 1 jam kemudian. Wah. Mama papa dan digi kelabakan, Kok bisa 1 jam ya? Katanya sih langsung. Yaa. apa boleh buat, akhirnya kami pun memutuskan untuk kembali pulang ke rumah untuk beristirahat, setidaknya itu lebih baik daripada duduk menunggu di dalam klinik - mengingat keadaan digi seperti ini.

Akhirnya digi kembali beristirahat di rumah.

1 jam pun berlalu, dan papa membawa pulang hasil tes darah tersebut. Alangkah terkejutnya ketika mengetahui bahwa Hemoglobin digi hanya berjumlah 8,8. Sementara kadar normalnya 13 sampai 16 (ada juga yang mengatakan 12 sudah cukup, ada yang mengatakan 14). Apapun itu, kadar hemoglobin dalam darah digi sudah termasuk rendah.
Mama akhirnya memutuskan untuk menghubungi adik nenek digi, dan akhirnya memutuskan,"Ya sudah, masuk rumah sakit aja."

Kalau mau dideskripsikan kondisi digi saat itu, hanya biasa-biasa saja. Digi tidak takut terkejut - apalagi takut - untuk masuk rumah sakit. Digi tidak pernah membayangkan sakitnya disuntik oleh jarum (yang akan terbayang pas diopname di rumah sakit nanti, haha). Pada saat ini, hanyalah terbesit sebuah perasaan malas. Aduh, rasanya malas harus tinggal di rumah sakit, repot. Dan memang, hanya untuk opname 3 malam saja barang bawaan digi seperti mau pergi ke Jakarta selama 10 hari. Namun digi tegaskan kepada diri sendiri, bahwa ini berarti orang rumah memperdulikan digi dan ingin menyediakan fasilitas yang terbaik untuk digi di rumah sakit :)

Langsung saja kita menuju ke rumah sakit.

Sebelum menuju ke rumah sakit, tentu saja mama sudah meminta persetujuan dari dokter keluarga, dan akhirnya dokter keluarga memperkenalkan dokter di sebuah rumah sakit yang dekat dengan rumah digi. Sebenarnya ada beberapa rumah sakit yang lebih elite daripada rumah sakit yang digi tempati pada saat ini. Satu-satunya alasan kami memilih rumah sakit ini adalah fasilitasnya yang lumayan lengkap - meskipun tidak selengkap rumah sakit yang digi sebutkan di atas, namun masih tergolong memadai dan modern - dan yang paling penting adalah, jarak dari rumah digi dengan rumah sakit sangat dekat, bisa ditempuh dengan mobil dalam waktu 5 menit. Yang tentu saja akan sangat efisien bagi orang rumah untuk melakukan segala sesuatu dan membagi waktu antara rumah dan rumah sakit :)


Kontan digi tersentak mendengar kata 'transfusi darah' - dan digi yakin, bukan hanya digi yang terkejut, mama pasti terkejut juga.

Let's see... Digi akhirnya tiba di rumah sakit, dengan jalan yang masih sempoyongan, bersama mama, hanya berdua - Mama yang menggunakan tongkat, dan digi dengan muka pucat. Dalam lorong rumah sakit, digi masih menyempatkan diri bercanda dengan Mama,"Kira-kira kalau susternya melihat, ini siapa yang mau tinggal di rumah sakit ya? Haha." Karena kondisi kaki mama yang belum sembuh total sehingga mengharuskan mama untuk memakai tongkat ketika berjalan (sebenarnya digi sendiri lebih prefer jika mama mau memakai kursi roda, karena kadang-kadang kaki mama masih sering sakit ketika berjalan, ataupun ketika digerakkan).
Akhirnya kami tiba di ruang ICU dan suster yang menjaga di ruang ICU langsung menanyakan,"Siapa yang mau diopname?" Digi spontan menjawab,"Aku sus."

Akhirnya digi dipersilahkan berbaring, dan kemudian menanyakan gejala-gejala apa yang ada. Digi pun kemudian menjelaskan secara terperinci gejala digi. Dokter akhirnya datang dan dengan cepat mengkomando suster untuk menyuntikkan beberapa jenis obat ke tubuh digi, kalau tidak salah ada 3 jenis obat. Nah dari sini lah mulai aksi suntik menyuntiknya.
Datanglah suster yang pertama menyuntik bagian lengan kanan digi (mungkin sejenis vitamin atau apa). Yang kedua adalah mengambil sampel darah digi, nah ini yang digi agak kesal, pasalnya susternya mengambil di bagian kanan lengan digi. Padahal digi sudah katakan,"Sus, biasa aku ngambil darah di bagian kiri." Suster tersebut masih dengan ngotot dan gaya sok tahunya mengatakan,"Iya, kita coba dulu di bagian kanan."
Alhasil, daging di tubuh yang empuk ini disuntik secara cuma-cuma. Bukan hanya itu, suster ini akhirnya memaksa untuk tetap mengambil darah dari tangan kanan digi, namun kali ini diganti posisinya, di bagian atas telapak tangan digi (tempat jarum infus disuntikkan), dan inilah suntikan yang paling sakit yang pernah digi rasakan. Pas suster menginjeksikan suntik ke dalam kulit, suster itu terdiam sebentar, tidak ada darah yang keluar. Akhirnya kepala suntik itu pun digeser-geser, dan kemudian digeser-geser lagi (bayangkan jarum suntik yang belum dikeluarkan dari kulit, masih tertancap dalam kulit dan digeser-geser, sakitnya itu....) Dalam hati digi,"Ya ampun Tuhan ampunilah aku karena aku hampir akan menyumpahi suster ini." Akhirnya digi hanya terdiam saja, toh suster ini tahu yang paling baik untuk digi, digi juga tidak banyak komentar lagi. Hingga akhirnya, ntah darimana datangnya, darah nya keluar sendiri. Whew, akhirnya selesai juga.

Dilanjutkan dengan jarum infus. Kali ini di nadi di atas telapak tangan kiri digi, digi sih tidak terlalu takut, karena sudah sering melihat pasien yang disuntik ,sementara digi sendiri bisa dikatakan tidak terlalu takut disuntik. Hanya saja, setelah jarum tersebut ditancapkan di dalam nadi, ada sesuatu yang tidak enak terasa mengganjal di tangan kiri digi. Ya jelas lah, namanya saja sudah disuntik, pasti ada perasaan tidak enak. Pada saat ini, barulah digi merasa sedikit ketakutan, "Apakah aku harus melewati 3 hari disini dengan diinfus dan perasaan tidak nyaman ini?"
Namun digi segera menyingkirkan perasaan itu dan mengatakan kepada diri sendiri, semua akan berjalan dengan baik-baik saja.

Setelahnya mama masuk dan menanyakan kepada dokter bagaimana kondisi anak mama. Dokter mengatakan,"Kalau melihat kondisi sekarang, tampaknya harus transfusi darah secepatnya."

....
....
....
!!!!

Kontan digi tersentak mendengar kata 'transfusi darah' - dan digi yakin, bukan hanya digi yang terkejut, mama pasti terkejut juga. "Separah itukah sampai harus melakukan transfusi darah?", tentu saja pertanyaan ini digi tanyakan kepada diri digi sendiri - yang pada akhirnya digi ketahui pada saat itu mama juga menanyakan hal yang sama kepada dirinya sendiri. Akhirnya mama dengan nada yang sedikit terkejut - tapi tenang - lanjut bertanya,"Berapa bungkus, Dok?".
"Kalau dilihat dari kadar HB nya 8.8, maka harus transfusi sebanyak 4 bungkus - 125cc."
Mama kemudian menanyakan kepada Dokter,"HARUS transfusi darah dok? Tidak bisa menunggu perkembangan kondisi selanjutnya?"
"Yaaa.. Kalau tidak sekarang, mau kapan lagi? Kalau HBnya sudah turun sampai 6, maka bisa sampai kepada kondisi tidak sadarkan diri, dan pada saat tersebut, akan sangat susah untuk menaikkan HB nya lagi."
Mendengar pernyataan dari dokter ini, mama pun akhirnya pasrah dan menanyakan pendapat digi. Digi bilang,"Ya kalau dokter udah bilang begitu mau gimana lagi Ma."
Dan akhirnya menanyakan juga pendapat papa, papa tidak menyatakan keberatan. Maka akhirnya pun memutuskan untuk transfusi darah. Kemudian sampel darah digi diambil lagi, dan dibawa ke PMI untuk dicari donor darah yang cocok.


-To be continued part 3-

3 comments:

  1. Nanti lanjutan di part 3-> "Makan pizza"
    he..he..

    Semoga lekas sembuh saja ya. GBU.

    ReplyDelete
  2. wahaha. thanks ko. tapi aku mau tambahkan dikit part 3 nya bukan makan pizza. melainkan 'makan bubur' sampai sekarang. hahaha

    ReplyDelete
  3. bun kk,magnum ajahh... :p mae pizza liauu

    ReplyDelete

Halooo ^^ Silahkan tinggalkan komentar Anda, untuk yang punya gmail, silahkan pake google account, tersedia juga bagi yg punya openID, kalau cuma nama boleh tulis di Name/Url


Makasih