Wednesday, December 16, 2009

Kami besertamu, Mama!

Semalam, tepatnya tanggal 15 Desember 2009, pada jam 11.00, kami sekeluarga sedang enak-enaknya mendengarkan suara merdu oleh lagu yang dilantunkan mama.

Tak lama setelah itu saya pun masuk ke dalam kamar, untuk mengecek apakah ada pesan baru dari teman saya. Ketika saya sedang serius memperhatikan komputer, tiba-tiba dari arah dapur terdengar suara benda terhampar dengan sangat keras...

BUUUKKKKKKKK!!!!!!

Tentu saja, bagi orang normal yang mendengarkan suara tersebut pasti langsung bisa mengetahui, bahwa suara itu adalah suara orang yang terjatuh. Setelah mendengar suara tersebut, tanpa dikomando lagi saya pun langsung menuju ke ruang dapur untuk melihat apa yang terjadi disana. Dan alangkah terkejutnya saya ketika melihat mama saya sedang terbaring di atas lantai, tidak mengerang, tidak menjerit kesakitan, hanya terdapat suara dari adik perempuan saya, "Ma! Mama tidak apa-apa kan? Mama tidak apa-apa kan?"

Langsung kami pun membantu mama untuk berdiri. Tetapi.....



Tidak bisa! Mama tidak bisa berdiri! Mama hanya berusaha menopang tubuhnya untuk dapat tetap duduk di atas lantai, ketika sedang membantu mama, tanpa sengaja saya memperhatikan tangan kanan mama yang sedang menopang tubuhnya. Tangan kanan mama bergetar! Saya mempunyai sebuah perasaan tidak enak terhadap hal ini. Lalu mama mengatakan sudah tidak tahan lagi dan ingin duduk bersandar, mendengar hal ini saya pun bergegas masuk ke kamar untuk mengambil semua bantal yang ada di dalam kamar. Karena pada waktu tersebut, mama sama sekali tidak bisa bergerak, tidak bisa dibantu berdiri, tidak bisa dipapah, tangan kanan tidak boleh disentuh atau akan terasa sakit, kaki kanan juga sangat sakit jiga digerakkan.

Lalu bantal-bantal yang ada langsung disusun sedemikian rupa agar mama merasa nyaman dan mempunyai tempat sandaran sehingga dapat mengurangi beban. Adik perempuan saya melihat kondisi mama yang parah ini pun langsung menangis tersedu-sedu. Tentu saja, orang tua mana yang tidak sedih melihat anaknya menangis? Mama pun menyuruh adik perempuan saya untuk berhenti menangis dan mengatakan, "Tidak apa-apa kok!"

Selang beberapa menit kemudian, mama menyuruh saya untuk menyuruh salah seorang tukang urut untuk menyambungkan tulang mama. Karena mama sudah mempunyai perasaan bahwa tulang mama sudah tergeser dari tempatnya, dan si adik juga memperhatikan rupanya siku mama sudah lebih turun dari biasa. Tu wa ga, saya pun bergegas menghidupkan mobil dan bersiap-siap untuk mengemudi mencari si tukang urut. Setelah sampai di dalam mobil....

Setelah sampai di dalam mobil, mama menyuruh saya untuk tidak usah mencari lagi, karena mama kebetulan mempunyai seorang kenalan yang berhasil diurut sembuh oleh tukang urut yang lain. Kami pun langsung menelepon kenalan tersebut.

Orang tersebut akhirnya menelepon kepada si tukang urut, dan memberitahukan kepada kami, bahwa, sebelum giliran kami masih ada 2 lagi tempat yang harus diurut! Mama pada saat itu pun meminta tolong kepada si tukang urut untuk datang ke rumah kami terlebih dahulu, karena kalau kondisi mama dibiarkan lama, nanti akan semakin sakit.

Akhirnya si tukang urut pun menyetujui untuk mendatangi tempat kami terlebih dahulu. Sembari menunggu, ternyata tangan kanan mama yang patah itu tidak bisa diajak kompromi lagi. Sakit sekali. Terpaksa harus diangkat lebih tinggi ke atas (kalau dibiarkan menjuntai bisa sangat sakit) secara giliran oleh saya dan adik. Pada saat itu karena keadaan yang sangat mendesak tidak terpikirkan oleh kami kalau tangan mama pada saat itu lebih baik ditahan oleh selimut atau sejenis kain dan diikatkan ke lehernya..

Kaki mama juga mulai merasa sakit, karena posisi duduk yang tidak nyaman, bagian pinggul mama sudah mulai merasa kebas, dan kaki kanan sudah mulai terasa kram sedikit. Pada saat itu, kami masih menyuruh mama untuk tetap bersabar menunggu tukang urut yang datangnya 1 jam kemudian...

Setelah si tukang urut datang, memegang kaki mama dan mengurut sebentar, akhirnya berpindah ke tangan kanan mama. Tak lama setelah meneliti keadaan tangan mama, tukang urut akhirnya menyerah dan mengatakan, "Tidak bisa, tangan mama sudah patah, lebih baik dibawa ke rumah sakit untuk di rontgen dan dioperasi."

Mama mendengar hal itu terdiam sejenak, kemudian mengatakan, "Apakah tidak bisa disambung dulu ya kakinya? Soalnya kalau kakinya bisa disambung / dibenerin, mau kemana-mana juga gampang, dengan kondisi seperti ini digerakkan aja sakit, bagaimana mau ke RS?"

Akhirnya setelah tidak dapat menemukan solusi yang tepat, mama pun pada saat tersebut juga memutuskan untuk pergi ke Malaysia untuk menjalankan operasi terhadap tangan dan kaki kanan mama.

Setelah itu pun mama meminta tolong kepada tukang urut nya untuk memindahkan mama ke kursi agar bisa duduk dengan lebih baik dan bisa menuju ke kamar. Setelah menuju ke kamar, mama mulai dihadapkan dengan banyak masalah, terutama masalah buang air kecil, karena dengan kondisis mama yang saat ini sudah bisa dipastikan mama tidak akan bisa menuju ke kamar kecil, sampai masalah kepada besok bagaimana akan dinaikkan ke dalam mobil, dinaikkan ke dalam pesawat, dan sebagainya...

Siang itu pun berlalu dengan cepat, masih ada orang vihara yang datang menjenguk mama tak lama setelah kejadian, karena memang sebelum kejadian mama sudah berjanji dengan orang vihara untuk keluar mencari umatumat vihara.
ketika malam tiba, mulai datang sanak saudara mama untuk menjenguk mama yang sakit, menginterview bak karyawan yang masuk ke dalam perusahaan serba bisa, pertanyaannya bervariasi mulai dari a-z, dari atas sampai bawah, kiri sampai kanan, dan sebagainya. Tentu saja melihat banyak sekali sanak saudara, teman-teman yang menjenguk mama, hati saya senang sekali.

Tapi kondisi mama pun kian memburuk, dan luka mama semakin sakit saja rasanya. Ketika tiba semua orang sudah pulang, tepatnya jam 11 malam, itulah awal dimulainya penderitaan mama.

Mama tidak bisa tidur sama sekali karena rasa sakit yang melanda kakinya itu, semalaman saya dan si adik tidak tidur karena membantu mama untuk mencari posisi yang cocok untuk kakai mama, karena kaki kanan mama itu tidak bisa digerakkan, dan sebentar-sebentar rasanya kejang, sebentar-sebentar kram, dan sebagainya.

Pada saat saya memegang betis mama, terasa urat-urat di dalamnya mengejang semua, adik juga mengatakan hal yang sama. Dalam hati saya berpikir," Astaga, bagaimana mama bisa menghadapi penderitaan yang besar seperti ini? Tuhan tolong berikan mama kekuatan."

Dan hampir sepanjang malam itu, dari dalam hati kami dan mulut kami tak henti-hentinya terus melantunkan doa kepada Yang Maha Kuasa agar mama diberikan ketabahan untuk menjalani penderitaan ini sampai besok pagi.

Ternyata puncak dari penderitaan mama adalah pada saat jam 3 malam, dimana mama sudah mengonsumsi obat penahan rasa sakit, dan ternyata obat tersebut banyak membantu.

Tapi kemudian tak lama setelah itu, kaki mama mulai kejang-kejang lagi, saya dan sang adik pun otomatis langsung sibuk membantu mama untuk mendapatkan posisi kaki yang paling nyaman untuk mama.
Malam itu dirasakan benar-benar adalah malam yang paling panjang dan malam yang paling menderita dalam hidup. Hampir sepanjang malam mama mengerang kesakitan, dan pada akhirnya bisa tertidur dengan pulas, tak lama kemudian terbangun karena kaki yang kembali mengejang, hampir setiap jam mama lewati dengan cara begitu. Sungguh tragis hidup ini!

Pada akhirnya, habis gelap, terbitlah terang, akhirnya bumi Indonesia pun mulai menyambut kami dengan matahari terbit, tidak tahu kenapa dan bagaimana, kondisi mama juga pelan-pelan membaik, mama hanya duduk diam, entah karena mama menahan sakitnya agar tidak membuat kami khawatir, atau memang mama sudah tidak merasakan sakit lagi, tidak ada yang tahu, hanya mama sendiri yang tahu.

Sampai akhirnya saat yang paling ditakutkan itu tiba, berangkat ke bandara menuju negeri jiran, Malaysia. Bagaimana harus diturunkan dari lantai dua ke lantai satu? Bagaimana mama akan dimasukkan ke dalam sebuah mobil kijang beserta tempat duduknya? Bagaimana mama akan mengganti tempat duduk dari kursi di rumah dengan kursi roda di bandar udara?

Tetapi tidak tahu bagaimana, rasanya semua proses itu berlalu dengan cepat, mama dengan mudah dapat diturunkan kebawah dengan bantuan si tukang urut yang membenarkan urat-urat syaraf mama, mama dapat dengan mudah dinaikkan ke dalam mobil, dan hampir tidak ada masalah ketika mengganti kursi rumah dengan kursi roda yang ada di bandara.

Namun penderitaan mama masih baru dimulai, mama masih harus menjalani berbagai proses yang sangat menyakitkan di negeri tetangga tersebut. Mama masih harus menjalani operasi yang sangat menyakitkan di seberang sana.

Tapi tentu saja mama, kami anak-anak mama akan selalu menyertai mama dengan doa dan harapan yang tulus sebagai seorang anak.

1 comment:

  1. wish your mom will get well at the earliest

    ReplyDelete

Halooo ^^ Silahkan tinggalkan komentar Anda, untuk yang punya gmail, silahkan pake google account, tersedia juga bagi yg punya openID, kalau cuma nama boleh tulis di Name/Url


Makasih