Wednesday, August 20, 2008

(MUST READ MUST READ!!!!) Renungan

Untuk semua reader yang senang dengan kata-kata perenungan,  kamu harus membaca postingan ini!!!

Sekali lagi!!! Untuk semua reader yang ingin MERENUNGI arti dari HIDUPNYA!!!

Kamu diWAJIBkan untuk membaca POSTINGAN ini

Terima kasih ^^





TERBUNUHNYA SANG LAPAR


Surya baru saja tenggelam. Sinarnya lenyap bersama manusia-manusia kotor yang menyudahi harinya. Dan jalan-jalan besar yang melapisi alam mulai ramai kembali, tertutup oleh mereka yang pulang.

Lelaki tua itu termenung. Menatap gelap gelas plastik kosong di depan tubuhnya. Sudah beberapa hari ini dia tidak beranjak dari tempatnya terkulai lemas. Bosan menunggu orang yang sudi mengulurkan tangannya hingga ia mengeluh kepada Tuhan.

“Kenapa Kau letakkan hidupku di belahan bumi nista ini Ya Tuhan?”

Tak ada kata yang keluar, hanya desahan di dalam hatinya karena sudah tak ada lagi energi untuk menggerakkan lidahnya. Saat itu entah dari mana asalnya tiba-tiba muncul seorang anak yang terlihat aneh. Rambutnya pendek tertata rapih, wajahnya tertutup bayangan rambut itu, seperti siluet dan tak sehelai benangpun yang menutupi tubuhnya duduk bungkuk memeluk kakinya. Kulitnya tak berwarna, transparan sehingga ia bisa melihat trotoar yang diduduki anak itu.” Imaginasi”, pikir lelaki tua itu.

“Bukan,” kata anak kecil itu, terdiam tak bergerak seolah dapat membaca pikirannya. Tercengang tanpa ekspresi lelaki tua itu lalu bertanya-tanya dalam hati.

“Siapa dia?” Dan semakin heranlah dia ketika anak itu menjawab lagi.

“Aku lapar,” jawab si anak masih tak bergerak. Setelah itu terjadilah dialog antara hati si lelaki tua dan anak kecil asing itu.

“Siapa kau? Apa maksudmu kau lapar?” Tanya lelaki tua.

“Aku lapar Tuan. Lapar yang berada dalam pikiran Tuan.” Jawab si anak.

“Aku tidak mengerti?” Si tua itu semakin bingung.

“Aku adalah lapar Tuan. Aku jarang membentuk dirikku sehingga Tuan tak pernah menyadari kehadiranku.” Tuturnya datar lalu ia melanjutkan. “Setiap manusia memiliki lapar Tuan. Tetapi jarang yang pernah melihat perwujudannya. Hanya orang yang terlalu lapar yang mewujudkan lapar dalam dirinya masing-masing. Aku adalah lapar dalam diri Tuan, dalam pikiran Tuan, dan aku terwujud atas perintah hati Tuan yang terlalu lapar dan kesepian. Maka hanya lapar yang bisa menemani Tuan. Bentukku hanyalah kekosongan yang tak pernah Tuan bayangkan.”

Terlalu lapar? Lelaki tua itu baru menyadari laparnya hilang sejak anak itu datang. Dia masih tidak mengerti. Apakah laparnya sudah keluar dari tubuhnya? Anak itukah?

“Terpujilah Tuhan. Ia masih menyisakan ruang yang menemani hampanya dunia. Aku tak mampu berpikir jernih.” Ia masih berkata dalam hati.

“Tuan adalah bagian hidup dunia. Yang terlukis dalam bentuk kemiskinan. Sesungguhnya manusia itu sama Tuan. Diciptakan untuk saling peduli. Dan Tuan adalah sebuah sosok jalan takdir Tuhan dimana Tuan adalah media kepedulian. Hidup orang-orang yang berkecukupan lebih memuakkan daripada ludah mereka yang jatuh didepan orang-orang seperti Tuan. Mereka memilih kesombongan yang menemani laparnya sehingga mereka makan bermegah-mewah. Mereka tak pernah mensyukuri nikmat Tuhan bahkan mengingatnyapun enggan.” Lapar itu berbicara lagi dan masih duduk tak bergerak.

Ubun-ubun lelaki tua itu terasa sejuk. Seolah angin masuk dan menyegarkan pikirannya. Ia sudah ikhlas. Entah ikhlas kenapa, dia merasa surga menunggunya. Meski sepanjang hidupnya berkemiskinan ia masih sempat mengingat Tuhan. “Tahukah Tuan kenapa aku tak pernah memandang Tuan?” Tanya sang lapar.

“Aku tak pernah tahu tentangmu, wahai laparku.” Jawab si tua.

“Mati Tuan, itulah sebabnya.”

“Apa maksudmu?” Bertanya lagi lelaki tua itu.

“Kematian pasti datang Tuan. Dengan berbagai cara yang telah ditentukan Tuhan. Dan kelaparan adalah salah satu cara mati yang sangat menyakitkan. Perlahan-lahan jiwa tercabik sampai tertinggal jasad dan pikiran hampa.” Jelas anak kecil itu.

“Lalu apa hubungannya denganmu? Dengan diriku?”

“Aku adalah lapar Tuan. Aku adalah kelaparan Tuan. Aku menunggu keikhlasan Tuan untuk meninggalkan dunia ini. Dan Tuan baru saja menyebutkan ikhlas. Angin, angin yang tuan rasakan di kepala Tuan adalah tanda bahwa ruh Tuan segera lepas.”

Perasaan apa ini? Lelaki tua itu seperti melayang di udara. Kematian, seumur hidupnya ia tak pernah takut kepada kematian. Dia sudah siap dari awal dia terlahir. Karena hidupnya penuh kesulitan dia tak pernah ingin hidup lama.

“Tataplah mataku.” Lelaki tua itu berkata sejuk penuh keikhlasan. “Aku selalu siap mati.” Lanjutnya. Dan kesenangan yang terlukis diwajah si anak dirasakan juga olehnya. Karena mereka sebenarnya satu.

“Kesiapan diri Tuan adalah kesiapan diriku juga. Karena aku ada dalam diri Tuan. Lapar senang Tuannya orang baik. Meski dari luar terlihat kumal dengan pakaian compang-camping.” Nada bicaranya penuh semangat dan tubuhnya bergerak-gerak indah.
“Tuan akan membunuhku. Tuan akan membunuh lapar Tuan dengan ikhlas. Hal paling berani Tuan. Ikhlas.” Lanjutnya.

Anak kecil itu berdiri. Ia lalu membungkuk kepada lelaki tua itu. matanya masih terpejam. Dan ketika Syahadat akhir hidupnya sudah terucap dari Tuannya, dari bibir dan hatinya, ia membuka matanya.

Lelaki tua itu tak sempat melihat jelas mata sang lapar karena begitu memandangnya dia merasa sakit sekali. Meski Rasulnya telah menelan setengah kesakitan mati umatnya, sakit itu masih perih. Ruhnya telah lepas dari jasadnya. Dan sedetik sebelum berpindah alam dia melihat bentuk-bentuk lapar lain di seluruh alam. Dari langit luas dia memandang lapar diseluruh dunia. Anak kecil yang berbicara kepada domba, wanita kurus yang menatap batu, nenek yang berdialog dengan awan, dan berbagai macam lainnya.

Apakah mereka akan mati kelaparan juga? Apakah mereka akan membunuh lapar seperti dirinya? Hanya kepedulian yang dapat menolong mereka.

2 comments:

Halooo ^^ Silahkan tinggalkan komentar Anda, untuk yang punya gmail, silahkan pake google account, tersedia juga bagi yg punya openID, kalau cuma nama boleh tulis di Name/Url


Makasih